Saturday, January 15, 2011

Banjir Menjadi Momok Baru Bagi Peradaban Manusia di Dunia

Banjir menjadi momok baru peradaban manusia di dunia. Beberapa bulan belakangan ini berbagai wilayah di dunia terendam banjir dahsyat akibat perubahan iklim.

Australia, Brazil, Srilangka, dan tak lupa Indonesia menjadi negara-negara yang harus menghadapi banjir terbesar sepanjang sejarah ini.

Pengamat iklim dari Universitas California di San Diego, Richard Sommerville, mengatakan banjir disebabkan perubahan iklim akibat pemanasan global yang terbentuk karena ulah manusia. Pembakaran rutin yang dilakukan banyak manusia, seperti konsumsi bahan bakar minyak, membuat suhu dunia semakin panas.

Ini terjadi karena setiap kali manusia menggunakan bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas alam,  banyak zat karbondioksida dilepaskan ke lapisan atmosfir. Inilah, ujar Sommervile, yang membuat suhu udara di atmosfir, laut dan daratan semakin memanas.

“Dunia semakin memanas dan para ilmuwan sangat yakin kebanyakan dari pemanasan ini terjadi karena ulah manusia,” ujar Sommervile dilansir dari laman stasiun televisi ABC, beberapa waktu lalu.

Sommervile mengatakan bahwa 2010 kemarin merupakan yang terpanas dalam ratusan tahun terakhir. Menurut laporan NASA, tahun 2010 merupakan tahun terpanas dalam 131 tahun. Suhu tertinggi terjadi antara Januari-April tahun lalu, NASA melaporkan suhu mencapai 56 derajat celsius. Ini 1,24 derajat lebih tinggi dari rata-rata suhu terpanas di abad ke 20.

Suhu yang memanas di lautan dan daratan menyebabkan penguapan air laut menjadi lebih cepat dari biasanya. Sommervile mengatakan kondisi ini menjadikan udara menjadi lebih lembab. Akibatnya adalah hujan dengan intensitas yang sangat tinggi atau bahkan salju di musim panas.

“Karena semua siklus air meningkat di dunia yang panas, maka lebih banyak air di atmosfir saat ini daripada jumlah rata-rata beberapa tahun belakangan. Kau akan melihat lebih banyak lagi hujan dan banjir, contohnya di Australia,” ujar Sommervile.

Ilmuwan dari Universitas New South Wales, Matthew England, seperti dilansir kantor berita Associated Press, mengatakan bahwa pemanasan global ini akan membuat siklus banjir di beberapa belahan dunia akan semakin sering terjadi.

“Banjir yang biasanya terjadi satu kali dalam seratus tahun dapat berubah menjadi satu kali dalam 20 atau 30 tahun akibat perubahan iklim. Kami bisa katakan bahwa hal ini akan semakin sering dan sering lagi di masa yang akan datang,” ujar England.

Bukan hanya umat manusia yang menderita akibat banjir yang melanda berbagai belahan dunia. Situs-situs bersejarah pun harus menghadapi ancaman ini.

Aliran air banjir dari sungai-sungai besar di Queensland, yang terdiri dari air tawar bercampur lumpur, sampah, tanah subur kaya berbagai nutrisi, dan pestisida, bisa mengancam kelangsungan hidup gugusan terumbu karang terbesar di dunia itu. Karang Penghalang Besar (The Great Barrier Reef), yang masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO, terbentang sepanjang 2.300 kilometer (km) di lepas pantai sebelah timur laut Queensland, negara bagian yang terkena banjir besar sejak sebelum Natal lalu.

Michelle Devlin, peneliti dari James Cook University, Queensland, mengatakan, campuran air bah tersebut bisa membuat karang dan rumput laut di kawasan terumbu karang itu stres. ”Akan ada campuran air yang mengandung berbagai zat yang belum pernah menyentuh karang tersebut. Air tawar yang (suhunya) hangat ini juga akan membuat karang stres,” kata Devlin, yang melacak tumpahan banjir tersebut ke laut untuk mengetahui dampaknya secara langsung.

Menurut Devlin, campuran air banjir tersebut bisa memusnahkan lapisan rumput laut yang menjadi sumber makanan bagi binatang laut langka, seperti ”ikan” duyung (Dugong dugon).

Sementara kandungan berbagai zat nutrisi tanah yang ikut larut dalam campuran air bah itu akan menyuburkan populasi bintang laut berduri (Acanthaster planci), yang menjadi hama bagi terumbu karang. ”Banjir kali ini sangat besar dan berpotensi menggeser pola rantai makanan dan cara hidup terumbu karang (dalam jangka panjang),” tutur Devlin.

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home